Cari...

Selasa, 12 April 2016

Cerpen The White Death

The White Death. Urban legend dari Scotlandia ini tengah marak dibicarakan oleh murid murid SMA Tunas Bangsa. Namun, tak satupun yang berani mencari tahu tentang legenda ini. Karna menurut cerita, siapapun yang mencari tahu tentangnya akan dibunuh oleh seorang gadis kecil dalam cerita. Tak satupun, kecuali Sinta. Murid kelas XI IPA I ini tidak percaya dengan cerita itu. Dia ingin menbuktikan bahwa itu hanya cerita karangan yang dibuat orang tua dulu agar anaknya tak sembarang membuka pintu untuk seseorang.

"Kalian ini seperti anak kecil saja. Masa percaya dengan cerita ini?" Ucap Sinta enteng.

"Kamu gak percaya? Kan sduah ada buktinya. Anak kelas XII Ipa sudah menjadi korbannya" Ucap salah seorang temannya takut.

"Alah.. Paling dia kekurangan obat obatan saja"

"Jelas jelas dia tewas dibunuh. Banyak luka ditubuhnya"

"Terus, kalo dia tewas dibunuh, itu pasti perbuatan gadis itu gitu?"

"Kata teman temannya dia diceritakan tentang legenda ini. Tapi dia tidak percaya"

"Dia mencari tahu lewat situs internet. Saat malam, tubuhnya sudah ditemukan tak bernyawa dan penuh dengan luka. Mengerikan"

"Itu artinya dia pintar karna tidak mau percaya cerita bodoh itu. Tentang dia yang tewas dibunuh, mungkin saja itu perbuatan orang yang membencinya"

"Kau ini. Sulit diberitahu"

"Gini aja. Aku akan mencari tahu tentang gadis itu. Kalo besok aku masih hidup, artinya cerita itu hanya omong kosong."

"Jangan macam macam deh"

***

Saat sang rembulan muncul menggatikan sang mentari. Hanya suara suara binatang dari lebatnya hutan yang terdengar. Terdengar merdu namun cukup membuat merinding yang mendengar. Seperti alunan lagu kematian. Sinta tengah sibuk dengan laptopnya mencari tahu tentang gadis itu. Dia ingin membuktikan bahwa itu hanyalah sebuah karangan tak berguna.

"Kenapa sedikit sekali informasi yang bisa didapat. Apa orang orang percaya dan gak berani membuat artikel tentangnya? Bodoh"

Sinta sedikit bosan melihat artikel yang itu itu saja. Sapai akhirnya ia menemukan artikel yang berisi cerita lengkap mengenai White Death. Ia membaca dengan serius. Ia mencoba menenangkan dirinya yang sedikit merinding karna membaca ceritanya.

Tok tok tok

"Siapa yang malam malam gini bertamu? Apa jangan jangan itu White Death? Jadi cerita itu benar? Matilah aku. Apa yang harus aku lakukan? Mama.. Papa.. Tolongin Sinta. Sinta takut" Sinta menangis memegangi bonekanya. Dia benr benar ketakutan.

"Sinta? Kamu didalam, nak? Ini bibi. Buka pintunya"

Sinta merasa sangat lega mendengarnya. Untuk ada yang melihatnya. Dia bisa mati karna malu atas kelakuannya.

"Bibi? Bikin kaget saja. Ada apa malam malam gini bertamu?"

"Maafkan bibi. Bibi hanya mengantarkan titipan dari mama kamu. Katanya dia belum bisa pulang sekarang. Mungkin minggu depan."

"Oh, yaudah, Bi. Makasih ya.."

Sinta memeprhatikan bibinya yang berjalan pulang. Sebelum akhirnya bibinya hilang dalam kegelapan. Sinta kembali kedalam untuk membenahi laptopnya.

Tok tok tok

"Pasti ada yang lupa dia ucapkan. Dasar pelupa."

Tok tok tok

Suara ketukannya semakin kencang.

"Iya, sebentar"

Saat Sinta membuka pintu, bukan bibinyalah yang ada didepan pintu. Melainkan seorang hadis kecil yang memakai gaun kerajaan. Wajahnya pusat pasi. Matanya menatap tajam. Seluruh tubuh terlihat sangat kotor. Gadis yang aneh. Pikir Sinta.

"Ade kesini sama siapa?"

Gadis itu tidak menjawab. Dia menatap Sinta dengan tatapan seperti ingin membunuh. Tak lama kemudian gadis itu tersenyum dan mengacungkan pisau dihadapan Sinta. Membuat Sinta ketakutan dan berlari meunuju kamar.

"White Death.. Tolong aku"

Gadis itu bergerak dengan cepat. Seolah ada banyak White Death dirumah itu. Sinta tak lagi bisa lari. Kini White Death berada tepat dihadapan Sinta. Tersenyum manis. Sebelum ia mendorong Sinta keluar jendela.

"Maafkan aku, White Death" Setidaknya itulah yang bisa ia ucapkan sebelum ua menghembuskan nafas terakhirnya.

***

Kejadian malam itu membuat gempar seisi sekolah. Tidak terkecuali para guru. Mayat Sinta ditemukan diteras rumahnya dengan kepala hancur. Sepertinya White Death
melemparnya dari lantai atas. Polisi memeriksa rumah Sinta dan menemukan laptop yang masih menyala dan menunjukkan bahwa Sinta sedang membaca The White Death Urban Legend. Pemerintah akhirnya menyuruh untuk memblokir situs itu dan mengahpus semua artikel tentang The White Death.


The End

Senin, 11 April 2016

Cerpen Randa Tapak (Dandelion)


 Seperti dandelion, wanita itu rapuh. Seperti dandelion, wanita ingin diperhatikan. Seperti dandelion, wanita ingin dilindungi. Seperti dandelion yang tertiup angin, terombang ambing tak tentu arah.

Fina. Gadis jelita penyuka bunga ini tak percaya adanya cinta senjati. Yang ia tahu, saat si perempuan terpuruk, 'yang mengaku' sebagai kekasihnya akan meninggalkannya. Menurutnya gadgetnya lebih setia dari pada laki laki diluar sana. Hinggga seorang pria berna Randy datang dan menghapus pendapatnya tentang cinta sejati.

"Kamu lagi ngapain?" Tanya Randy yang melihat Fina tengah sibuk dengan gadgetnya.

"Ah, ini, aku lagi buat artikel tentang filosofi dandelion" Jawab Fina sedikit kaget

"Dandelion? Kamu suka bunga dandelion? Itu kan bunga liar"

"Memangnya kenapa kalo itu bunga liar? Mereka terlihat cantik. Dan rencananya aku mau mengumpulkan beberapa bunga dandelion yang ada dipinggir jalan sana untuk kubawa pulang"

"Bawa pulang? Jangan bercanda. Dandelion itu kan rapuh. Tertiup angin aja udah rusak. Gimana mau bawanya?"

Fina mengeluarkan sebuah benda yang terbuat dari kaca dari dalam tasnya.
"Liat. Aku udah bawa toples untuk menaruhnya. Jadi bunganya gak akan rusak"

"Ada ada saja kau ini"

***

Ketika angin bertiup, beberapa kelopak bunga mulai berterbangan tak tentu arah. Menghipnotis siapapun yang melihat pemandangan indah tersebut. Tak terkecuali Fina yang sedang berusaha keras memetik bunga dandelion tanpa merusaknya. Sudah lebih dari 5 kali dia mencobanya, tapi selalu gagal.

"Hahaha.. Gimana? udah banyak dandelion yang mau dibawa pulang" Ejek Randy yang tiba tiba datang entah dari mana.

"Hei! Kalo kamu gak mau bantu aku, seenggaknya menggangguku" Fina berusaha untuk tetap konsentrasi memetik bunga itu.

"Sudahlah, kamu gak aka bisa memetik dandeli.."

"Yeah! Berhasil! Akhirnya aku bisa memetiknya tanpa merusaknya"

"Baru satu aja udah bangga. Aku bisa metik lebih
banyak dari ka.."

"Buktikan!"

"Oke. Tapi kalo aku bisa, kamu harus jadi pelayanku selama seminggu"

"Ya ya ya.. Buktikan"

Randy paling tidak suka diremehkan, apalagi oleh seorang perempuan. Antara yakin dan tidak yakin, Randy berusaha melakukannya. Namun, baru selangkah ia maju, kakinya tersandung dan ia jatuh ditempat dandelion dandelion itu berada. Hingga membuat dandelion dandelion itu rusak, termasuk yang dandelion yang susah payah Fina petik.

"Dandelionku.." Fina sedih melihat dandelionnya yang telah rusak.

"Uhm.. Maaf, aku gak sengaja"

"Aku gak mau tahu. Karna kamu udah ngerusak semua dandelion disini, kamu harus nerima hukuman"

"Hukuman? Hukuman apa? Ini kan cuma bunga liar. Masa aku harus dapet hukuman"

"Kamu harus kumpulin bunga dandelion dan kasih ke aku setiap hari sabtu. Titik"

"What? Kamu bercanda? Aku harus ngambilin bunga dandelion ini dipinggir jalan sendirian?"

Fina tidak menggubrisnya. Dia langsung pergi dengan kesal.

***
Randy terus meratapi nasibnya yang harus jongkok dipinggir jalan dan memetik dandelion setiap hari sabtu. Bila tidak dituruti, Fina akan mengadukannya pada orang tuanya. Dia tidak ingin orang tuanya datang dan menjemputnya.

"Ah.. Yang benar saja.. Haruskah aku..?"

'And at last I see the light
And it's like the fog has lifted
And at last I see the light
And it's like the sky is new'

"Hallo. Dengan Randy disini"

"Maaf, mas. Saya dari kepolisian. Saya ingin memberitahu bahwa saudari Fina mengalami kecelakaan. Dan sekarang ia dirawat dirumah sakit Bakti Husada. Saya minta tolong kepada anda untuk memberitahukan kepada keluarganya"

"Fi-fina? Uhm.. Terima kasih, pak atas kabarnya" Randy langsung berlari kemotornya dan langsung tancap gas menuju rumah sakit.

***

Randy tak kuasa menahan tangis ketika meihat orang yang disayang terkulai lemah dengan beberapa alat dokter ditubuhnya.

"Fina.. Maafkan aku"

"Permisi, mas. Apa Anda saudara keluarga saudari Fina?" Tanya seorang dokter.

"Saya teman kuliahnya, dok" Jawab Randy sambil menyeka air matanya.

"Saudari Fina mengalami luka yang cukup serius sehingga harus mendapatkan perawatan intensif. Kini saudari Fina sedang mengalami koma. Saya hanya bisa berdo'a semoga Tuhan memeberi kekuatan pada saudari Fina agar dapat kembali sadar."

"Koma, dok?" Air mata Randy tak dapat dibendung lagi. Ia menangis sejadi jadinya tanpa memperdulikan keadaan disekitar.

"Sabar ya, mas. Fina pasti bisa sembuh. Saya harus pergi. Jika ada perkembangan sedikit apapun, cepat hubungi saya"

Randy tidak menghiraukan perkataan dokter tersebut. Dia langsung masuk keruang tempat Fina dirawat.

"Fina.. Sadarlah..Aku mohon"

***

Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi disatu detik mendatang. Kita juga tak bisa menyesal dan berharap bisa memutar balikan waktu.

Setelah kejadian itu, setiap hari sabtu Randy membolos untuk memetik bunga dandelion untuk diberikan kepada Fina yang masih koma dirumah sakit.
Satu bulan sudah berlalu. Kini, kamar Fina penuh dengan bunga dandelion lengkap dengan toplesnya pemberian Randy.

"Fin.. Aku bawain bungan dandelion lagi nih untuk kamu. Kamu cepet sadar ya. Supaya aku bisa ceritain semua pengalamanku saat memetik bungan liar ini. Mulai dari tersiram air dijalan, dimarahin satpam, sampai hampir tertabrak truk. Untung aku hebat, jadi bisa menghindar. Hehe" Randy selalu bercerita banyak hal pada Fina. Walau dia tahu Fina tak akan menyahut walau hanya satu kata.
Randy menggenggam erat tangan Fina dan menciuminya.

"Kamu cepet sadar donk. Aku gak bisa kayak gini terus. Aku.. Aku sayang sama kamu. Aku gak mau kehilangan kamu"

"Bener kamu sayang sama aku?"

"Fina? Kamu udah sadar?"

"Fina sudah sadar dari tadi malam. Dia terus nyariin kamu" Ucap Ibu Fina yang tiba tiba datang.

"Kok gak ada yang ngabarin aku?"

"Aku yang nyuruh.. Cepet jawab. Kamu bener sayang sama aku? Karna aku.. Aku juga sayang sama kamu."

"Iya, aku sayang sama kamu. Sayang banget.."
Randy memeluk Fina tanpa merasa malu pada orang tuanya. Yah, memang orang tuanya sudah tahu tentang kedekatan mereka.

Epilog

"Mau kita kasih nama apa anak kita ini?" Tanya Fina pada Randy

"Bagaimana kalo dandelion. Supaya dia bisa bikin mamanya senang"

"Kamu ini.. Tapi oke juga"

"Pagi Dandelion. Kalo udah besar, jangan nakal ya kayak mama kamu" Fina mencubit Randy karna ucapannya


The End