Cari...

Senin, 19 September 2016

Cerpen Ketika Senja

Disini kuberdiri. Menatap langit senja penuh rasa kalut. Sesekali mataku melirik kanan kiri mencari seseorang yang tengah ditunggu. Bebearapa nelayan menatapku heran.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya salah seorang nelayan.
"Menanti seseorang, pak.." Jawabku lembut.
"Tapi kamu sudah disini sejak pagi tadi. Apa kamu tidak lelah?"
Senyuman singkat dariku membuat nelayan itu mengerti dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Kembali kutatap lautan dengan ombak yang menderu. Tak ada kapal yang berlayar disana. Mungkin mas Santoso masih di Belitung. Pikirku.
Seakan tak kenal letih ku berdiri tanpa meneguk air setetespun. Menanti sang pujaan hati yang kabarnya akan segera pulang.
"Mbak Sandra.. Kami mendapat kabar bahwa Santoso ditangkap di Belitung." Tetiak seorang nelayan dengan nafas terengah engah.
"Ditangkap? Kenapa dia ditangkap?" Tanyaku mulai panik.
"Kudengar Santoso mengebom laut disana untuk mendapatkan banyak ikan" Jawabnya.
Ini tidak mungkin.. Aku mengenalnya.. Dia tidak mungkin melakukan hal itu.
Tak terasa sudah terbentuk sungai air mata dipipiku. Hatiku begetar. Jantung seolah berhenti memompa darah keseluruh tubuhku. Lututku lemas seakan tak kuat menopang berat tubuhku.
***
Setelah tahu mas Santoso tak akan datang, aku memutuskan untuk pulang. Beberapa nelayan membantuku karena tubuhku sangat lemas.
Dirumah, tak henti kupanjatkan do'a untuk suamiku. Meminta petunjuk kepada Sang Pencipta. Memohon belas kasih-NYA untuk suamiku. Yang kuinginkan hanyalah bisa bersama dengan mas Santoso.
Tok tok tok..
Suara ketukan pintu mengejutkanku. Ku segera berlari keluar dan berharap ada kabar baik tentang mas Santoso.
"Assalamu'alikum.."
Suara itu.. Suara yang yang sering membuatku tersenyum dipagi hari. Suara yang kunantikan sejak pagi tadi. Suara yang tak mungkin bisa kulupakan. Ya, itu suara mas santoso.
"Wa'alaikumsalam.. Mas Santoso? Kok mas bisa disini?" Tanyaku heran.
"Loh kok suami pulang bukannya disambut malah dipertanyakan.." Ucapnya.
"Tadi nelayan bilang kamu ditangkap di Belitung."
"Oh.. Itu.. Mereka hanya salah tangkap. Karena mas yang ada di TKP, jadi mas yang disangka pelakunya. Setelah diselidiki, merekapun menemukan pelaku sebenarnya dan mas dibebaskan." Jelasnya.
"Syukurlah.. Terima kasih Ya Allah.. Engkau sudah menunjukan kebenarannya pada mereka. Sandra tahu mas gak akan melakukan hal curanng untuk mendapatkan sesuatu."
Aku memeluknya erat seolah takut dia akan pergi lagi. Kejadian senja ini sudah cukup menguras air mata. Aku tak ingin hal semacam ini terjadi lagi. Aku tak ingin kehilangan orang yang paling kucintai..

Tamat

Cerpen Damn Doubt Moment

Adzan subuh sudah berkumandang. Sang jago berkokok indah. Membangunkan seorang gadis yang tengah terlena dalam dunia mimpi. Mimpi yang indah. Setan setan mulai berlomba membisiki gadis itu. ‘5 Menit lagi saja. Teruskan saja mimpi indahmu’, ‘tidur saja di kasur yang nyaman ini. Masih terlalu pagi untuk bangun’. Bukankah terdengar sungguh lembut kata katanya?
Fitri berusaha melawan rasa kantuknya. Melepaskan pelukan erat setan setan di kasurnya. Ia segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
“Heuh. Semoga hari ini akan lebih baik” Harapnya.
Hari ini adalah hari pertama ia bekerja. Dengan penuh percaya diri Fitri melangkah keluar rumah.
“Selamat pagi hari yang indah”
Ia melangkah dengan senyuman yang setia bertengger di wajahnya.
Gukk gukk
Terdengar suara seekor binatang dari belakang. Suara jelas tidak asing di telinga Fitri. Fitri langsung mengeluarkan jurus kaki seribu saat menyadari seekor anjing tengah menatapnya sinis.
“Mama.. Ada anjing.. Tolong” Teriak Fitri sambil berlari.
Orang orang hanya menatap aneh Fitri yang berlari sambil menenteng high heels dan mengangkat rok mininya.
Brukk..
Fitri menabrak seorang pria dengan tinggi badan yang lebih tinggi darinya. Sama seperti yang lainnya, pria itu menatap aneh Fitri dengan penampilan yang berantakan karena habis lari lari.
“Dikejar anjing?” Tebak pria itu.
Fitri menganggukan kepalanya. Itu membuat si pria tertawa meremehkan.
“Lain kali. Jangan pakai baju ini lagi” Pria itu masuk ke mobil dan meninggalkan Fitri.
Fitri segera memeriksa bajunya. Mencari sesuatu yang salah dari baju tersebut. Dan ia menemukan gambar tulang di bagian punggungnya.
“Mama.. Kenapa bawain aku baju ini sih” Fitri memukuli kepalanya sendiri.
Di depan kantor Fitri menghela nafas untuk mengurangi kepanikannya.
“Mbak Fitri sudah datang? Mari ikut saya?”
“Iya, mbak”
Fitri dibawa ke sebuah ruangan yang sepertinya itu ruangan bosnya. Fitri terkejut bukan main melihat siapa yang ada di kursi bos di kantor itu.
“Kamu?” Fitei membelakan matanya terkejut.
“Jadi kamu Office Girl baru di kantor ini?”
“Jangan sembarangan. Aku ini staff di kantor ini”
“Staff?”
“Maaf mbak Fitri. Tapi jelas jelas mbak mengisi formulir untuk lowongan Office girl di kantor ini. Bukan formulir untuk lowongan staff”
“What?”
Fitri tidak tahu harus apa sekarang. Ia merasa sangat malu atas kejadian ini.
“Aku.. Aku mengundurkan diri. Permisi” Fitri segera pergi dari kantor dengan wajah merah merona.
Fitri berjalan gontai di trotoar kota Bogor. Sesekali bunyi klakson mengagetkannya. Tapi ia tak perduli.
Tiiinnn
Seluruh pakaian Fitri basah kuyup karena cipratan air dari jalan.
“Menyebalkan.”
“Maafkan aku. Aku tidak sengaja”
“Kamu lagi?”
“Hey. Kau gadis yang tadi kan? Kau ini lucu sekali. Ada ada saja”
“Hey tupai. Berhenti kau.”
“Alex. Namaku Alex. Bukan tupai”
“matamu terlihat seperti tupai. Jadi kau lebih cocok dipanggil tupai.”
“Ada apa?”
“Kau harus tanggung jawab. Pakaianku jadi basah kuyup”
“Oh itu. Masuklah ke dalam mobil”
Fitri hanya terdiam.
“Aku bukan orang jahat”
Fitri pun mengikuti instruksinya.
Di mall. Fitri terlihat aneh dengan pakaiannya. Seketika ia menjadi pusat perhatia beberapa pasang mata
“Ini. Pakailah baju ini. Cepat sana”
Fitri segera menuju ruang ganti dan mengganti pakaiannya. Untung hanya pakaiannya yang basah. Jadi Fitri tidak perlu menanggung malu karena membeli pakaian dalam.
Saat Fitri keluar dari ruang ganti, Alex tertawa geli melihat penampilan Fitri.
“Apa yang salah?”
“Kau ini.. Pakailah rompi di luar baju. Bukannya di dalam”.
Oh.. Damn doubt moment. Fitri benar benar malu. Setiap ia melakukan kebodohan, Alex selalu melihatnya. Fitri segera membetulkan bajunya dan pergi.
“Tunggu sebentar” Cegah Alex
“Kau ini gadis yang sangat lucu. Aku suka melihatmu. Karena aku tahu kau butuh pekerjaan, aku punya pekerjaan untukmu”
“Aku tak mau jadi badut”
“Bukan itu. Aku mau kau jadi asisten pribadiku. Hidupku selalu kelam. Saat aku melihatmu, aku merasa senang”
Pipi Fitri mulai merona. Itu membuat Alex ingin tertawa.
“Baiklah. Aku mau”
The End

Cerpen The Old Tree

Apa yang bisa kulakukan? Aku hanyalah sebuah pohon tua yang kesepian. Tak seorang manusiapun berani mendekatiku. Walau sebenarnya akupun merasa takut dengan manusia manusia kecil yang suka bermain didekatku. Mereka sama sekali tidak jahat. Hanya saja, mereka membuatku teringat kejadian 5 tahun silam. Kejadian yang membuatku ditakuti oleh manusia.
***
Andri. Manusia itu adalah temanku satu satunya. Dia selalu kesini untuk bermain beramaku. Dia berayun. Dia memeluku. Dia memberiku minum. Dia sangat menyayangiku walau aku bukan miliknya. Akupun sangat menyayanginya. Dia menuliskan sebuah nama ditubuhku. Castor. Itulah nama yang ia berikan padaku. Kurasa dia sangat menyukai berang berang hingga memberiku nama itu.
"Hey Castor. Kau terlihat sangat besar sekarang. Aku berharap aku bisa tumbuh cepat seperti dirimu. Mereka selalu melarangku untuk melakukan sesuatu yang besar" Andri selalu bercerita banyak hal padaku.
"Hari ini, aku akan menunjukan bahwa aku cukup besar untuk melakukan hal besar"
Hal besar? Apa yang akan dilakukan manusia kecil ini. Dia selalu membuatku bingung.
"Jangan bergerak" Ujarnya.
Apa ini? Kenapa dia menaikiku? Ini berbahaya. Dia bisa jatuh. Dahanku cukup tinggi untuk manusia seusianya. Cepat turun. Aku tak mau kau kenapa napa.
"Ibu..." Teriaknya.
Benar saja. Dia terjatuh. Dia tersungkur tepat dihadapanku. Tapi aku tak bisa menolongnya. Aku tak bisa menggapainya. Tunggu. Perutnya berdarah? Apa dahanku menusuknya? Andri. Bangunlah..
"Andri. Ini ibu sayang. Ayo cepat ikut ibu"
Wanita itu membawa Andri pergi. Sepertinya Andri akan dirawat dirumah sakit. Oh Tuhan. Selamatkan manusia kecil itu.
Lama sekali aku menunggu kabar tentang Andri. Kenapa Andri belum juga kesini.
"Hiks hiks.. Andri.. " Tangis Seorang wanita.
Bukankah itu ibunya Andri? Mengapa dia menangis? Dan mengapa di membawa bunga bunga? Apa yang terjadi?
"Maafin ibu, nak. Ibu gak bisa jaga kamu dengan baik"
"Sudahlah. Aku yakin anak kita akan sedih melihatmu menangis seperti ini. Kita do'akan saja ya"
Apa maksud mereka? Dan kenapa mereka menaburiku bunga? Apa, apa mungkin Andri sudah pergi jauh? Tidak. Tidak mungkin. Kenapa jadi seperti ini?
***
Kejadian itu selalu membuatku takut. Takut akan ada manusia lain yang bernasib sama seperti Andri. Ini salahku. Harusnya aku bisa mencegahnya. Tapi apa ada. Sang anginlah yang selama ini menggerakanku.
Aku sudah terlalu tua. Dahanku tak lagi kuat menopang beban. Aku hanya bisa pasrah saat sang petir membuatku tombang. Dan manusia mengambil dahanku untuk memenuhi kebutuhan hidup.
The End

Cerpen Tentang Ayah

Hanya satu hal yang kutahu. Orang tua pasti menyayangi anaknya. Baik itu ibu maupun ayah. Mungkin hanya cara mereka menunjukan kasih sayangnya saja yang berbeda. Seperti ayah yang mencari uang untuk membeli beras. Seperti ibu yang memasak untuk makan anaknya. Apa yang anak lihat? Ibu lebih perhatian daripada ayah. Seperti ayah melarang anaknya pergi malam. Seperti ibu yang menyuruh anaknya istirahat saat malam. Apa yang anak lihat? Ibu lebih penuh dengan kasih sayang.
Saat toga ini membalut tubuh sang anak, orang tua melihat dengan senyuman indah diwajahna. Saat acara berkahir sang anak berlari menuju orang tuanya. Ia menangis haru sambil memeluk ibunya. Ayahnya tersenyum simpul memendam rasa cemburu.
"Ibu.. Aku lulus.. Ini semua karena do'a ibu. Terima kasih, bu sudah mendo'akankku" Ucap sang anak.
"Ibu dan ayah senang kamu bisa lulus lebih awal. Ibu akan selalu mendo'akanmu" Sahut sang ibu.
***
Saat sang anak mulai mengalami indahnya jatuh cinta, ia mulai sering keluar rumah untuk pergi bersama sang kekasih. Sesekali ayah melarangnya pergi.
"Ini sudah malam. Hanya perempuan nakal yang keluar selarut ini. Cepat masuk kekamar dan tidur" Teriak ayah.
Sang anak berlari menuju kamar dan membanting pintu. Saat melihat itu, sang ayah menahan tangis. Dia hanya tidak ingin anaknya dipandang buruk oleh orang orang diluar sana.
Saat itu sang ibu kekamar menghampiri anaknya. Mengelus lembut rambut sang anak. Memeluk sang anak untuk menenangkan hatinya.
"Lebih baik kamu tidur.. Ini sudah larut. Besok pagi kamu harus bangun awal karena kamu harus bekerja. Jangan sampai kamu kelelahan." Ucap sang ibu lembut.
Dibalik pintu, sang ayah mendengarkan apa yang isteri dan anaknya bicarakan. Ia tersenyum bahagia saat ia mendengar bahwa sang anak mau menurut dan tidak keluar.
***
Saat pagi tiba, keluarga itu berkumpul untuk sarapan pagi. Sang anak memasang wajah masam saat ayah menatapnya. Hati ayah lirih. Jiwanya menjerit. Ia mennahan diri agar tidak menangis.
"Aku berangkat dulu ya, bu. Assalamu'alaikum.." Ucap sang anak sambil mencium tangan sang ibu.
Ayah memejamkan mata menahan rasa sakit dalam hatinya. Saat sang anak bahkan tak menoleh kearahnya. Ia mengehentikan sarapannya dengan alasan ia sudah telat berangkat bekerja. Ia tidak mungkin bisa makan saat sang anak sedang bersedih.
***
Seminggu setelahnya sang anak membawa seorang pria kerumahnya.
"Ibu.. Kenalin ini kekasihku. Kami mau minta restumu untuk menikah." Ucap sang anak.
Ayah menatap tajam pria itu mencoba mengenali pria itu. Apa dia pria yang tepat untuk menggantikan posisinya.
"Ibu sih terserah kamu saja. Kalau kamu merasa cocok, ibu sih setuju saja" Jawab sang ibu.
***
Sebulan setelahnya, sang anak menikah dengan pria pilihannya. Ayah berdo'a pada sang Tuhan anaknya tidak salah memilih penggantinya.
"Ayah.. Ibu.. Setelah menikah, aku akan pindah dari rumah dan ikut dengan suamiku" Ucap sang anak.
Ayah tersenyum lirih tak kuat berpisah dengan sang buah hati. Saat sang anak pamit, ayah tak lagi sanggup menahan tangisnya. Ia memeluk erat anaknya. Seakan takkan bisa bertemu lagi.
"Ayah harap kamu bisa selalu bahagia bersamanya.. Dan kamu.. Saya mohon jaga baik baik anak saya. Jangan pernah menyakitinya" Ucap sang ayah pada anak dan menantunya.
TAMAT

Selasa, 03 Mei 2016

Cerpen Little Monster




Puluhan polisi berdatangan ke rumah Sinta. Gadis manis dengan mata sipit yang baru saja kehilangan ayah dan ibu tercinta. Kedua orang tuanya tewas terbunuh dikamarnya. Diding putih kamar orang tuanya penuh dengan noda darah. Kini, dirumah itu hanya tersisa dia dan kakaknya. Pembantunya tewas sebulan lalu karena dibunuh.

"Kak Yuda.. Sinta takut. Gimana kalo monster pembunuh itu ngebunuh Sinta?"

"Kamu gak usah takut. Kita akan pindah kerumah bibi. Monster itu tidak akan menemukan kita"

Yuda memeluk Sinta untuk menenangkannya. Sinta terlihat sangat ketakutan karena kejadian ini.

***

Rumah bibi, menjadi tempat tinggal merea sekarang. Bibinya sangat baik. Dia yakin bibinya akan melindunginya dan kakaknya.

"Sinta mau tidur sama kakak. Sinta takut sendirian"

"Yaudah. Kamu tidur sama kakak. Kakak juga gak mau kamu kenapa napa"

Mereka mulai membereskan tempat tidurnya. Yuda masih memikirkan kata kata Sinta yang bilang orang tua mereka dibunuh seekor monster. Itu mustahil. Mungkin Sinta hanya ketakutan.

"Kak.. Ayo main.."

"Iya.. Sebentar"

Mereka pergi kehalaman depan untuk bermain. Tempat ini cukup luas untuk bermain.

"Sinta. Kakak mau tanya. Apa bener kamu melihat monster yang ngebunuh ayah dan ibu?"

"Iya. Monster itu ada dua. Mereka mau ngebunuh Sinta. Sinta berhasil membunuh keduanya. Sinta juga membunuh monster pembunuh Bi Ita. Monsternya banyak. Sinta takut. Gimana kalo ada monter lain ngebunuh Sinta"

Sinta membunuh monster? Ini aneh. Pikir sang kakak.

***

Tirai hari telah tertutup. Hanya lampu rumah dan bulan yang menerangi tempat ini. Rumah bibi sangat terpencil. Dia hanya memiliki sedikit tetangga.

Krek krekk
Terdengar suara suara aneh dari dapur. Mengagetkan Yuda yang sedang tertidur. Yuda segera memeriksa keadaan Sinta. Tapi nihil. Sinta tidak ada ditempat tidur.

"Sinta? Kamu dimana dek. Jangan bikin kakak khawatir." Yuda berjalan ragu menuju dapur.

Jantungnya terus berdegup kencang ketika mendengar teriakan bibinya.

"Si-sinta? Apa yang kau lakukan?"

Yuda terkejut meihat Sinta memegang pisau berlumuran darah dan  tubuh bibinya sudah tidak bernyawa.

"Monster ini mau membunuh Sinta, kak. Sinta takut" Sinta menunjuk jasad bibinya.

Yuda mulai sadar, tidak ada monster yang membunuh orang tuanya. Justru adiknyalah pembunuh itu. Sinta melihat orang tua dan bibinya seperti melihat monster. Sebab itulah Sinta membunuh mereka. Sinta hanya berdelusi. Yuda membatu. Tubuhnya sulit digerakan. Dia tidak percaya apa yang ia lihat ini.

"Kak?"

Yuda memeluk Sinta tanpa rasa takut. Ia membuang pisau ditangan adiknya itu.

"Besok, ikut kakak kesuatu tempat ya? Disana kamu akan aman dari segala monster."

"Kita akan tinggal disana?"

"Kamu. Kakak harus mengusir monster itu dari keluarga kita"

Yuda berencana membawa Sinta ke rumah sakit jiwa. Ia tidak ingin Sinta membunuh orang lagi. Karena hanya Sintalah yang ia miliki. Keluarganya sudah tewas terbunuh. Dan kini dia juga akan berpisah dari adiknya. Setidaknya ia masih bisa menemuinya setiap hari.

The End

Cerpen Inilah Aku



"Ibu. Mengapa mereka membenciku? Apa karena aku ini tidak bisa melihat seperti mereka?" Ujar seprang gadis kecil.

"Percayalah, Sarah. Mereka hanya iri kepadamu. Jadi mereka berusaha menjatuhkanmu. Agar mereka tak memiliki saingan seberat dirimu. Kamu harus buktikan pada mereka, kamu itu anak yang kuat dan gak akan nyerah" Jawab wanita yang berada didepannya.

"Benarkah? Baiklah. Kalo gitu Sarah akan jadi orang yang hebat."

"Tentu saja. Ibu yakin kamu bisa"

Wanita itupun melanjutkan pekerjaan. Memasukan sampah demi sampah kedalam keranjang ditengah teriknya kota Jakarta. Melakukannya tanpa rasa malu ataupun gengsi. Beruasaha mendapatkan sesuap nasi sambil menjaga anak tunggalnya. Keringat, bau busuk sampah, hinaan, itu hal yang biasa. Tanpa seorang suami yang membantu.

"Ibu rasa ini sudah cukup banyak. Ayo kita pulang" Ujar sang ibu.

"Iya, bu. Sarah sudah sangat lapar"

Sang ibu termenung mendengarnya. Pasalnya dia bahkan tak punya uang sepeserpun untuk membeli sebungkus nasi atau air minum.
"Ibu.. Mengapa ibu dia saja? Apa ibu kelelahan? Ibu harus makan yang banyak supaya ibu jadi semangat lagi"

Senyuman itu. Senyuman gadis itu justru membuat Bu Rasih tak lagi dapat membendung air matanya.

"Iya Sarah. Kita pulang sekarang ya?"

"Kenapa suara ibu serak? Ibu sakit?"

"Ibu hanya haus. Kita harus cepat pulang agar bisa minum"

***

Sesampainya dirumah, ibu Rasih semakin pusing harus memberi makan apa anaknya. Hanya ada roti kedaluarsa dan air gentong didapur.

"Haruskah aku memberikannya pada Sarah? Aku takut ia sakit perut. Jika tidak ku berikan, dia tidak bisa makan. Ya Tuhan.. Bantulah hambamu ini"

Bu Rasih sangat terpaksa memberikan makan itu pada Sarah. Dia tidak ingin anaknya bersedih.

"Sarah. Ibu hanya punya roti. Gak pa apa kan?"

"Gak apa apa kok, bu. Bisa makan bareng ibu aja Sarah udah seneng. Ayo, ibu juga makan"

"Iya, ini ibu makan"

Hati bu Rasih terenyuh mendengar kata kata Sarah. Terkadang ia merasa beruntung Sarah tidak bisa melihat. Jadi Sarah takkan tau ibunya tidak makan.
"Gimana, bu. Tubuh ibu sudah baikan? Ibu harus minum supaya ibu gak serak lagi."

"Iya Sarah. Rasanya ibu kenyang sekali"

Yang bu Rasih inginkan hanyalah kebahagiaan Sarah. Bukan harta berlimpah ataupun pakaian mewah. Melihat Sarah tersenyum saja bu Rasih sudah senang. Meski harus berpuasa berhari hari.

***

Hari kemarin telah berlalu. Hanya kesedihan yang masih setia menemani keluarga ini. Hari ini mereka tidak bekerja. Ibu Rasih sakit parah. Dia tidak makan selama seminggu. Tubuhnya lemah tak berdaya. Dia tak punya cukup uang untuk kerumah sakit.

"Ibu harua kuat. Sarah sayang ibu. Ibu jangan tinggalin Sarah ya"

Ucapan penyemangat dari mulut mungil Sarah selalu menjadi semangat untuk bu Rasih.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam"

"Biar Sarah yang buka pintunya."

Sarah sudah hafal tata letak rumah ini. Dia bisa membukakan pintu tanpa menabrak apapun.

"Sarah..? Anak Ayah" Ucap pria dibalik pintu

"Ayah?" Sarah masih mengingat dengan jelas suara ayahnya.

"Ibu.. Ayah pulang, bu. Ayah pulang."
"Mana ibunya?"

"Ibu dikamar. Sedang sakit. Ayah ayo masuk"

Pak Fino langsung masuk untuk melihat keadaan bu Rasih.

"Ibu? Ini ayah bu. Ayah udah pulang. Ayah juga udah jadi orang sukses. Kita akan tinggal dirumah baru yang lebih bagus. Ayah juga sudah punya uang untuk operasi Sarah. Ada orang dermawan yang memberikan ayah semua ini. Juga ada seorang gadia yang mau mendonorkan matanya untuk Sarah"

"Alhamdulillah"

***

10 Tahun sudah berlalu. Sarah, gadis kecil yang selau dijauhi teman temannya kini sudah tumbuh besar. Dia menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Mengobati tanpa meminta bayaran. Seorang dokter berhati mulia.

"ini, dok. Saya hanya punya uang 20 ribu."

"Gak usah. Uang ini ibu pegang aja untuk makan anak ibu. Saya ngobatin ibu bukan karena uang. Tapi saya ingin semua warga disini selalu dalamkeadaan sehat"

"Terima kasih ya, dok. Terima kasih banyak.."

"Iya, bu.."


"Ibu. Lihatlah. Sarah sudah menjadi orang sukses. Sarah membuktikan pada mereka bahwa Sarah tidak mudah disingkirkan. Sarah tidak pernah menyerah pada apapun. Sarah harap, ibu bahagia dialam sana. Sarah janji, Sarah akan selalu jaga Ayah"

The End

Selasa, 12 April 2016

Cerpen The White Death

The White Death. Urban legend dari Scotlandia ini tengah marak dibicarakan oleh murid murid SMA Tunas Bangsa. Namun, tak satupun yang berani mencari tahu tentang legenda ini. Karna menurut cerita, siapapun yang mencari tahu tentangnya akan dibunuh oleh seorang gadis kecil dalam cerita. Tak satupun, kecuali Sinta. Murid kelas XI IPA I ini tidak percaya dengan cerita itu. Dia ingin menbuktikan bahwa itu hanya cerita karangan yang dibuat orang tua dulu agar anaknya tak sembarang membuka pintu untuk seseorang.

"Kalian ini seperti anak kecil saja. Masa percaya dengan cerita ini?" Ucap Sinta enteng.

"Kamu gak percaya? Kan sduah ada buktinya. Anak kelas XII Ipa sudah menjadi korbannya" Ucap salah seorang temannya takut.

"Alah.. Paling dia kekurangan obat obatan saja"

"Jelas jelas dia tewas dibunuh. Banyak luka ditubuhnya"

"Terus, kalo dia tewas dibunuh, itu pasti perbuatan gadis itu gitu?"

"Kata teman temannya dia diceritakan tentang legenda ini. Tapi dia tidak percaya"

"Dia mencari tahu lewat situs internet. Saat malam, tubuhnya sudah ditemukan tak bernyawa dan penuh dengan luka. Mengerikan"

"Itu artinya dia pintar karna tidak mau percaya cerita bodoh itu. Tentang dia yang tewas dibunuh, mungkin saja itu perbuatan orang yang membencinya"

"Kau ini. Sulit diberitahu"

"Gini aja. Aku akan mencari tahu tentang gadis itu. Kalo besok aku masih hidup, artinya cerita itu hanya omong kosong."

"Jangan macam macam deh"

***

Saat sang rembulan muncul menggatikan sang mentari. Hanya suara suara binatang dari lebatnya hutan yang terdengar. Terdengar merdu namun cukup membuat merinding yang mendengar. Seperti alunan lagu kematian. Sinta tengah sibuk dengan laptopnya mencari tahu tentang gadis itu. Dia ingin membuktikan bahwa itu hanyalah sebuah karangan tak berguna.

"Kenapa sedikit sekali informasi yang bisa didapat. Apa orang orang percaya dan gak berani membuat artikel tentangnya? Bodoh"

Sinta sedikit bosan melihat artikel yang itu itu saja. Sapai akhirnya ia menemukan artikel yang berisi cerita lengkap mengenai White Death. Ia membaca dengan serius. Ia mencoba menenangkan dirinya yang sedikit merinding karna membaca ceritanya.

Tok tok tok

"Siapa yang malam malam gini bertamu? Apa jangan jangan itu White Death? Jadi cerita itu benar? Matilah aku. Apa yang harus aku lakukan? Mama.. Papa.. Tolongin Sinta. Sinta takut" Sinta menangis memegangi bonekanya. Dia benr benar ketakutan.

"Sinta? Kamu didalam, nak? Ini bibi. Buka pintunya"

Sinta merasa sangat lega mendengarnya. Untuk ada yang melihatnya. Dia bisa mati karna malu atas kelakuannya.

"Bibi? Bikin kaget saja. Ada apa malam malam gini bertamu?"

"Maafkan bibi. Bibi hanya mengantarkan titipan dari mama kamu. Katanya dia belum bisa pulang sekarang. Mungkin minggu depan."

"Oh, yaudah, Bi. Makasih ya.."

Sinta memeprhatikan bibinya yang berjalan pulang. Sebelum akhirnya bibinya hilang dalam kegelapan. Sinta kembali kedalam untuk membenahi laptopnya.

Tok tok tok

"Pasti ada yang lupa dia ucapkan. Dasar pelupa."

Tok tok tok

Suara ketukannya semakin kencang.

"Iya, sebentar"

Saat Sinta membuka pintu, bukan bibinyalah yang ada didepan pintu. Melainkan seorang hadis kecil yang memakai gaun kerajaan. Wajahnya pusat pasi. Matanya menatap tajam. Seluruh tubuh terlihat sangat kotor. Gadis yang aneh. Pikir Sinta.

"Ade kesini sama siapa?"

Gadis itu tidak menjawab. Dia menatap Sinta dengan tatapan seperti ingin membunuh. Tak lama kemudian gadis itu tersenyum dan mengacungkan pisau dihadapan Sinta. Membuat Sinta ketakutan dan berlari meunuju kamar.

"White Death.. Tolong aku"

Gadis itu bergerak dengan cepat. Seolah ada banyak White Death dirumah itu. Sinta tak lagi bisa lari. Kini White Death berada tepat dihadapan Sinta. Tersenyum manis. Sebelum ia mendorong Sinta keluar jendela.

"Maafkan aku, White Death" Setidaknya itulah yang bisa ia ucapkan sebelum ua menghembuskan nafas terakhirnya.

***

Kejadian malam itu membuat gempar seisi sekolah. Tidak terkecuali para guru. Mayat Sinta ditemukan diteras rumahnya dengan kepala hancur. Sepertinya White Death
melemparnya dari lantai atas. Polisi memeriksa rumah Sinta dan menemukan laptop yang masih menyala dan menunjukkan bahwa Sinta sedang membaca The White Death Urban Legend. Pemerintah akhirnya menyuruh untuk memblokir situs itu dan mengahpus semua artikel tentang The White Death.


The End